Bintang yang Berpulang Semasa Gemilang

KEMATIAN yang datang di tengah kemasyhuran seseorang, bukan hanya batas kehidupan almarhumah Nike Ardilla. Petaka 19 Maret 1995 itu terbingkai sebagai kebaruan fenomena keartisan Indonesia karena kepergian abadi Nike dalam kebeliaan usianya, dengan tingkat reputasi cemerlang. Siapa sangka jika tahun 1995 jadi "tahun kedukaan" artis Indonesia? Sepanjang tahun itu, tercatat sebelas nama keartisan berpulang ke alam baqa. Mega hitam lalu memayungi dunia artis, berawal dari kepergian aktor film Dicky Zulkarnaen (10 Maret 1995).

Selepas kejutan tragedi Nike Ardilla, sembilan pelaku keartisan musik, film, dan sinetron lainnya berpulang, sejak medio April hingga awal September 1995. Dari Tarida Gloria, Hans Panbers, Louis Nicky Zullu pelakon sinetron, sutradara film Arifien C. Noer, Djadjat vokalis band Paramor Bandung, Andy Liani, Abiem Ngesti, Poppy Mercury, hingga berpuncak dengan kepergian H. Benyamin S. (5 September 1995). Duka cita Nike memanjangkan kisah lara karena tragedi maut belia berparas jelita itu di ruas Jalan L.L. R.E. Martadinata, Kota Bandung mengurai tangis berkepanjangan para pemujanya.

Namun jauh sebelum maut menjemput Nike, sejarah keartisan musik dan film nasional bersaksi tentang sederet nama terdahulu yang berpulang semasa reputasinya cemerlang. Walau tak seheboh Nike, akhir kehidupan mereka pun mengentak massa pengemarnya.

**

Kenang kembali kejutan duka Djoko Susilo, 12 November 1966, yang memilukan insan musik pop Indonesia. Malam itu, alm. Djoko Susilo penyanyi bersuara lembut dan gitaris tenar Band Medenaz pimpinan Dimas Wahab, tewas tertembak perampok dalam jarak dekat.

Tragedi di simpang Jln. Cisadane-Jln. Rd. Saleh Jakarta itu amat mengejutkan karena nama almarhum tengah melesat dengan kepopuleran lagu "Walk Away". Padahal, kapasitasnya lebih menguat sebagai pemusik di antara sederet band kenamaan seperti Zaenal Combo, Arulan, Eka Sapta, Panca Nada, dan Medenaz.

Berita pemakaman pemusik asal Karangpandan Tawangmangu, Solo (25 Desember 1945) itu ditayangkan TVRI bersama cuplikan alunan lagu "Walk Away"! Gaya pemberitaan itu berulang di media televisi, saat melepas Nike Ardilla dengan lagu rekaman terakhirnya, "Sandiwara Cinta".

Lagu "Walk Away" pun rekaman penghabisan Djoko Susilo, sang pemusik simpatik yang lama dikenal intim dengan Widyawati, artis cantik vokalis "Trio Visca". Kepergian almarhum makin memopulerkan nyanyian Matt Monroe itu. Bahkan, "Walk Away" menenggelamkan sejumah lagu Djoko lainnya, seperti "Kapok Rando" dan "Telaga Biru" dalam kemasan Pop Keroncong.

Salam perpisahan panjang almarhum melalui "Walk Away", abadi dalam piringan hitam "Aneka 12" volume dua produksi "Remaco". Dari album rekaman gabungan dua belas lagu pop itu, membuka pula sukses dua artis pendatang, alm. Tati Saleh ("Es Lilin"), dan Anna Mathovani berlagu "Di Keheningan Malam" karya Mathovani, kemasan musik pengiring "Walk Away". Tak seorang pun mengira, jika "Walk Away" kian mengembangkan mitos lagunya sebagai firasat kepergian abadi penyanyinya. "Walk Away" seumpama "Salam Terakhir"!

**

Kebetulan atau tidak, kedukaan lalu menyentakkan para pemuja group band "The Rollies". Iwan Krisnawan, drummer ganteng yang diidolai kawula muda, berpulang selepas sukses memopulerkan lagu "Salam Terakhir" (1972). Almarhum jadi bagian legenda sukses Rollies, grup pemusik brass Bandung yang pernah dijuluki band raksasa Asia Tenggara. Lagu itu pun peninggalan penghabisan Iwan yang bermakna salam perpisahan, saat kian memberatnya kecintaan penggemar "Rollies".

Sepeninggal Iwan yang digantikan Jimmy Manopo, lagu "Salam Terakhir" senantiasa identik dengan kejayaan pentas musik Rollies. Bersama lengkingan spesifik vokal Delly, Bonnie maupun Gito, lagunya jadi persembahan untuk alm. Iwan Krisnawan. Sang pelaku legenda Rollies yang terlupakan! Bagi Rollies, "Salam Terakhir" bukan sekadar nyanyian.

Mega hitam keartisan, meruntuhkan lagi tangis insan musik Indonesia, manakala tragedi maut 9 Juli 1974 di Jakarta, tergelar sangat mengenaskan. Dua pemusik andal kelompok "God Bless" tewas mengerikan. Pencinta musik pekak telinga tersentak. Kematian tragis di tengah lalu lintas jalan raya, menamatkan kehidupan Fuad Hassan (32) dan Soman Lubis (22). Saat itu, motor Yamaha yang mereka tumpangi bertabrakan dengan truk. Fuad Hassan top drummer Indonesia tewas seketika, setelah terseret truk sejauh 23 meter dari lokasi kejadian. Soman Lubis pemain organ yang terlempar 12 m, tiga jam kemudian melepas napas terakhirnya di RS Fatmawati Jakarta.

Seketika, dunia musik negeri ini kehilangan penabuh drum sekaliber Fuad Hassan. Pemusik ganteng asal Yogyakarta, 24 Agustus 1942 itu meninggalkan Camelia Malik, yang baru empat bulan dinikahinya. Reputasi almarhum melejit dalam God Bless bersama Achmad Albar, setelah kariernya berproses dengan Band Pandawa, Zaenal Combo, Medenaz, Diselina, The Pros, dan Gypsi. (Yoyo Dasriyo, pemerhati film nasional dan sinetron, tinggal di Garut)***

Pikiran Rakyat, 14 Februari 2010

18 thoughts on “Bintang yang Berpulang Semasa Gemilang

  1. moego said: wong mati kok mesakne lokuwi jenenge dalan urip takono mas nggambleh kae nek bab kaya ngene kiyi luwih paham

    bener mas ………. wong mati ki penak ……. nyatane dha wegah bali yen wis mangkat mrana……. wkekekekekek

  2. moego said: wong mati kok mesakne lokuwi jenenge dalan urip takono mas nggambleh kae nek bab kaya ngene kiyi luwih paham

    tas do dugem neng ngarep kentorku ndisik neg dago kui…
    nek orang ciamis menghubungkan nike dengan mitos tentang gunung ardilaya, cedak kampunge nike…

  3. rawins said: tas do dugem neng ngarep kentorku ndisik neg dago kui…nek orang ciamis menghubungkan nike dengan mitos tentang gunung ardilaya, cedak kampunge nike…

    mitose opo om?

Leave a comment